PORTALSURABAYA.COM – Karya foto jurnalistik menjadi sebuah titik informasi dalam bentuk visual atau gambar yang berbeda dengan karya foto lainnya jika dilihat dari profesinya.
Karya foto jurnalistik diproduksi oleh wartawan foto yang berbeda dengan karya foto pada umumnya. Foto jurnalistik menjadikan fakta visual di lapangan sebagai elemen penting untuk ditampilkan.
“Oleh karena itu, sebuah foto jurnalistik juga wajib dilengkapi oleh nilai berita yang menghadirkan pesan untuk disampaikan kepada masyarakat. Dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Foto jurnalistik harus menampilkan realita nyata dilapangan dan tidak dapat direkayasa,” terang Dipta Wahyu pewarta foto Jawa Pos yang juga anggota Pewarta Foto Indonesia (PFI) Surabaya, saat memberi materi foto jurnalistik pada workshop fotografi di Universitas Kristen (UK) Petra, Surabaya, Senin (29/8/2022).
Selain itu, Dipta Wahyu menjelaskan, yang dimaksud rekayasa dalam sebuah foto jurnalistik adalah menghadirkan obyek atau elemen tambahan pada sebuah foto.
“Kalau dalam proses produksinya memang tidak ada obyek kucing, misalnya, maka pewarta foto atau wartawan foto kemudian menambahkan gambar kucing agar fotonya terlihat lebih dramatis dan menarik, maka inilah yang tidak boleh dilakukan seorang wartawan foto. Jika faktanya di lokasi pemotretan memang tidak ada kucing, wartawan foto tidak boleh merekayasa fotonya dengan menampilkan kucing,” jelasnya.
Perihal mengenai pesan foto yang ingin disampaikan kepada masyarakat luas tentang peristiwa atau informasi sebagai perwarta foto harus memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai aspek.
“Aspek tersebut antara lain perihal terkait aturan-aturan dalam Kode Etik Jurnalistik sesuai aturan Dewan Pers. Misalnya Peraturan Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) untuk mendapatkan perlakukan khusus dalam foto dan berita yang menyangkut anak-anak dibawah umur,” tutur Dipta Wahyu.
Pada kegiatan sharing tentang foto jurnalistik dan kehumasan bersama tim humas UK Petra Surabaya kali ini, juga hadir Andy Satria, Umarul Faruq dan Totok Sumarno anggota PFI Surabaya yang menyampaikan pentingnya humas memahami tentang foto jurnalistik dan peran humas di era digital saat ini.
“Karena foto jurnalistik tidak boleh di rekayasa dan wajib menyampaikan pesan atau informasi, maka kawan-kawan humas tidak boleh asal-asalan saat memproduksi sebuah foto guna melengkapi press release, misalnya. Hal ini juga perlu diperhatikan,” ujar Totok Sumarno.
Sementara itu, pada akhir kegiatan sharing yang digelar di ruang B 0106 kampus UK Petra Surabaya, Prayone, Kepala Bagian Humas UK Petra Surabaya, mengaku mendapatkan pengetahuan baru terkait foto jurnalistik dan kinerja humas di era digitalisasi saat ini.
“Yang pasti ini tambahan pengetahuan baru bagi kami semua. Selain tentang kinerja kehumasan, yang tak kalah pentingnya adalah soal foto jurnalistik. Bagaimana proses sebuah karya foto jurnalistik itu diproduksi kemudian didistribusikan ini juga hal baru yang kami dapatkan. Semoga ke depan kegiatan ini dapat digelar kembali, karena memang bermanfaat buat kami,” tutup Prayone.***
Cek Berita dan Artikel yang lain di GoogleNews PUB