PORTALSURABAYA.COM – Fatchul Supriyanto, jemaah haji yang tergabung dalam Kelompok Terbang (Kloter) 3 tak pernah menyangka dirinya akan menunaikan rukun Islam kelima di usia yang relatif muda. Sulung dari dua bersaudara ini diputuskan menjadi ahli waris pengganti haji Bapaknya yang telah wafat setahun lalu.
Berangkat haji, tutur mantan anak Punk ini menjadi cambukan besar bagi dirinya untuk bisa berubah menjadi lebih baik lagi dalam hal ibadah maupun muamalah lainnya.
Sejak dirinya dinyatakan sebagai ahli waris pengganti haji, Fatchul pun mulai mencari kyai dan gus dari pesantren di daerah Kediri untuk memberinya semangat.
Gus Rofik Kediri, salah satu Gus yang menjadi rujukan Fatchul memotivasinya dengan kalimat: Lebih baik menjadi mantan preman, daripada menjadi mantan ustad.
Sempat terbersit ketakutan dalam dirinya akan dosa-dosanya di masa muda.
“Ya, sempat takut katanya ada balasan pas di Mekkah, tapi ya kalau niat kita ingin berubah menjadi baik, kenapa tidak,” ujarnya.
Pria kelahiran Lamongan 33 tahun silam ini pun lantas menceritakan kehidupan di masa lalunya. Selepas menamatkan pendidikan SLTA, pria yang kini berprofesi sebagai anggota TNI AD ini bergabung dengan anak-anak punk yang ada di wilayahnya.
“Namanya juga usia muda, saya ingin mencari jati diri. Saya ikut bergabung dengan anak punk. Jadi salah pergaulan,” ungkap lelaki yang baru 2 tahun lalu melepas masa lajangnya.
Meskipun bergabung dengan kelompok anak jalanan, Fatchul bersyukur dirinya dulu tidak sampai menindik, mentato bagian dari tubuhnya, atapun mencicipi narkoba.
Kehidupannya bersama anak punk, tentu diluar sepengetahun kedua orang tuanya. Baginya, pantang membuat Bapak/Ibu yang ia sayangi merasa sedih dengan kehidupan yang ia jalani saat itu.
“Waktu itu, Bapak Ibu saya tidak tahu dengan kehidupan yang saya jalani. Apalagi Bapak saya pas jadi TKI di Malaysia,” ungkap anggota TNI yang berdinas di Kabupaten Kediri ini.
Menghabiskan masa mudanya bersama teman punk, akhirnya berdampak pada kehidupan ritualnya.
“Kalau minum minuman keras sudah biasa, ninggalin sholat ya sudah biasa, namanya juga ikut pergaulan yang ada,” ungkapnya mengenang masa lalu.
Meski demikian, jemaah haji yang berangkat bersama Ibu tercintanya ini pantang meninggalkan sholat Jum’at.
“Sekali pun saya gak pernah meninggalkan sholat Jum’at, karena itu harga diri seorang laki-laki,” ujarnya.
Merasakan kehampaan dalam dunia punk, setahun berikutnya ia ikut pamannya berjualan tahu campur Lamongan di Kota Surabaya. Di kota pahlawan inilah, Fatchul bertemu dengan seorang TNI yang akhirnya mengantarkan ia menjadi seorang abdi negara.
Suami dari Nia Maf’ulah ini berharap, melalui perjalanan ritualnya ini ia bisa makin memantapkan diri menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
“Sebelum terdaftar ahli waris pengganti haji, sholat saya masih sering bolong. Kalau sudah capek, ya sudah sering lewat sholatnya. Sekarang saya berusaha sholat lima waktu tepat waktu,” tekad Fatchul.
Di tempat mustajabah Makkah – Madinah nanti, Fatchul ingin mendoakan sang Bapak yang telah meninggal dunia mendahuluinya, diberikan kehidupan yang berkah, serta dikarunia putra yang belum ia dapatkan di dua tahun pernikahannya ini.***
Cek Berita dan Artikel yang lain di GoogleNews PUB