PORTALSURABAYA.COM – Tragedi Kanjuruhan di laga Arema FC vs Persebaya yang menyebabkan 127 orang tewas (data terakhir dari Polda Jatim saat konpers, Minggu, 2 Oktober 2022) membuat bangsa ini prihatin. Peristiwa yang dimulai adanya ricuh suporter dan dibalas aparat dengan menembakkan gas air mata bukan yang kali pertama. Korban tewas di stadion dengan sebab-sebab lain juga telah banyak berjatuhan.
Bonek Writers Forum (BWF), salah satu komunitas pendukung Persebaya, mendesak agar semua stakeholders fokus untuk menyelesaikan permasalahan di dalam sepakbola Indonesia. Penghentian Liga memang salah satu langkah, namun jangan lupakan akar dari permasalahan yakni tak adanya regulasi untuk mengantisipasi agar peristiwa serupa tidak terjadi di masa mendatang.
“Selain turut prihatin atas jatuhnya korban baik suporter maupun petugas keamanan, BWF memberikan beberapa rekomendasi agar peristiwa serupa tidak terulang,” kata Bimantoro, perwakilan BWF dalam keterangan tertulisnya, Minggu (2/10/2022).
Ada 11 poin utama yang direkomendasikan oleh BWF. Antara lain, mendesak DPR RI membuat pansus untuk menyelidiki peristiwa berdarah ini. Mendorong pemerintah bersama DPR menyusun dan membuat UU suporter seperti di Inggris saat pemerintah dan parlemennya membuat UU usai tragedi Hillsborough.
Kemudian meminta PSSI bertanggungjawab atas peristiwa ini karena jatuhnya korban tewas dan luka di stadion telah berulangkali terjadi. Menstandarisasi prosedur penanganan massa sepakbola oleh petugas keamanan.
Juga petugas keamanan mengikuti aturan FIFA dengan tidak lagi menggunakan gas air mata untuk mengatasi ricuh penonton di dalam stadion. Announcer pertandingan wajib menyebutkan titik kumpul serta arah evakuasi sebelum laga dan sepanjang laga, dan waktu lainnya mengantisipasi kericuhan.
“Selain itu, seluruh stadion harus berkursi atau all seater stand. Tidak boleh ada lagi terrace stand atau tribun beton. Ini penting untuk menentukan dengan akurat jumlah penonton di stadion,” imbuh pimpinan emosijiwaku.com, salah satu portal yang mewartakan segala aktivitas Persebaya Surabaya ini.
Kapasitas tiket yang dicetak hendaknya tidak full, tapi ada spare 5 persen kursi kosong untuk proses evakuasi. Jam pertandingan untuk laga-laga bertensi tinggi harus digelar sore atau kalau perlu tanpa penonton.
“Pembatasan jam tanding paling larut pukul tujuh malam, sehingga penonton tidak pulang kemalaman mengingat sistem transportasi di Indonesia belum sebagus sistem transportasi di eropa yang memungkinkan pertandingan digelar larut malam,” ungkap Bimo, sapaan akrabbnya.
Terakhir dari rekomendasi tersebut adalah wasit harus menghentikan pertandingan saat dari tribun ada nyanyian provokatif dan rasis dengan lirik penuh kebencian seperti ajakan pembunuhan.
“Semoga stakeholders sepakbola nasional bisa bersatu dan fokus dalam menyelesaikan permasalahan ini. Tidak ada pertandingan sepakbola yang sebanding dengan nyawa,” pungkasnya.***
Cek Berita dan Artikel yang lain di GoogleNews PUB